BAB 1. PENDAHULUAN
Organisasi
merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi.
Organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang
ingin dicapai. Dari sini setiap individu atau unsur yang terdapat di
dalam organisasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus
memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip di dalam organisasi
tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang
digariskan dapat berjalan dengan baik.
Seiring
berjalannya waktu, di dalam organisasi kerap terjadi konflik. Baik
konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi. Konflik yang
terjadi karena permasalahan yang sangat remeh temeh. Namun justru
dengan hal yang remeh temeh itulah sebuah organisasi dapat bertahan lama
atau tidak. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun sangat
menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya.
Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat
mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan
anggota dan segenap komponen di dalamnya.
Konflik
dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif, termasuk
oleh pemimpin organisasi. Karenanya, penanganan yang dilakukanpun
cenderung diarahkan kepada peredaman konflik. Dalam realita, konflik
merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan karena berkaitan erat proses
interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik,
tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak konstruktif
bagi organisasi.
BAB 2. TEORI
PENGERTIAN KONFLIK.
Para
pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi
tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan Konflik
sebagai : “sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh
seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam
berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut
merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau
merealisasi minatnya”. Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik
adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa
gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Lebih
jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai “ada”
oleh fihak-fihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah
konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah “persepsi” dan bila tidak
ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap
bahwa konflik tersebut memang tidak ada.
Tentu
saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi
ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi
yang sebenarnya dapat dianggap sebagai “bernuansa konflik” ternyata
tidak dianggap sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak
menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik
dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain,
“oposisi” (lawan), “kelangkaan”, dan “blokade”.
Di
asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau
kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa
sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam
kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang,
setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha
memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan
mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang
punya kepentingan yang sama. Fihak-fihak tersebut kemudian bertindak
sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status
dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi “konflik”. Bila kita
mempersempit lingkungan organisasi maka dua orang pakar penulis dari
Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina Sickles
Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik
pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan,
ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi”. Kedua
penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya
adalah sebuah proses.
Berbagai Bentuk Manifestasi Konflik.
Konflik
ini terjadi antara pihak satu dengan pihak lainnya dalam suatu
komunitas yang disebut organisasi. Biasanya konflik ini terjadi karena :
· Berbagai sumber daya yang langka.
Karena
sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas/langka maka perlu
dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin
menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber
konflik.
· Perbedaan dalam tujuan.
Dalam
suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang
bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai
bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya
konflik.
· Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan.
Organisasi
merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi.
Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan
ini merupakan sumber konflik pula.
· Perbedaan dalam nilai atau persepsi.
Perbedaan
dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan
persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik.
· Sebab-sebab lain.
Selain
sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan
konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidak
jelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.
Jenis-jenis Konflik, Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik antar individu
2. Konflik intra perorangan
3. Konflik antar kelompok
4. Konflik antar organisasi.
BAB. 3 PEMBAHASAN
Konflik yang akan saya tulis tentang KONFLIK ANTAR ORGANISASI. Konflik
antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi
dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan
timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga
lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
Faktor penyebab konflik:
· Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap
manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini
dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu
perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
· Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
· Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang
atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang
orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai
kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga
harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon
karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau
ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian
kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan
bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan
konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini
dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan
individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang
terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang
serta volume usaha mereka.
· Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang
mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik
sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat
industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan
berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan
menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai
tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi
pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam
dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau
mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,
bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
Sumber-sumber konflik:
· Faktor komunikasi (communication factors)
· Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or organization)
· Faktor yang bersifat personal (personal factors)
· Faktor lingkungan (environmental factors)
Metode penyelesaian konflik:
· Dominasi dan penekanan
· Kompromi
· Pemecahan masalah integratif
Konflik
dalam suatu organisasi sangatlah wajar. Organisasi merupakan salah satu
wadah untuk menampung aspirasi atau pendapat anggotanya yang tentunya
berbeda-beda. Disaat tertentu, keinginan salah satu anggota tidak bisa
terpenuhi dan itu dapat menimbulkan terjadinya konflik. Konflik dalam
suatu organisasi dapat diatasi dengan musyawarah dengan seluruh anggota
untuk mencari penyelesaian terbaik. (sumber: agustiyani.blogspot.com)
Jenis-jenis konflik dalam organisasi
1) Konflik dalam diri seseorang
2) Konflik antar anggota kelompok
o subtantif (krn latar belakang keahlian yg berbeda)
o afektif (krn tanggapan emosional)
3) Konflik Vertical
4) Konflik Lini dan staf
5) Konflik Peran
Tahapan Konflik
· Konflik yg bersifat Laten
· Konflik yg dipersepsikan
· Konflik yang dirasakan
· Konflik yang dimanifestasikan
· Ekor Konflik
Sumber Konflik
· Saling ketergantungan tugas
· Perbedaan tujuan dan prioritas
· Faktor Birokratik (Lini-staf)
· Kriteria penilaian prestasi yg bertentangan
· Persaingan terhadap sumber daya yang langka
· Sikap menang-kalah.
Strategi Mengelola konflik antar organisasi
1) Strategi penghindaran
Ø mengabaikan konflik
Ø pemisahan secara fisik
2) Strategi intervensi kekuasaan
Ø menggunakan perintah otoritatif
Ø Manuver politik
3) Strategi Resolusi
Ø pihak yg terlibat konflik berkumpul bersama untuk memecahkan masalah
Ø fokus pada tujuan yg lebih tinggi
4) Strategi Persaingan.
Strategi Penyelesaian Konflik
Pendekatan
penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi
ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan
menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan
penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose
orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik
perdamaian.
3. Sharing
Suatu
pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan
kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua
kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk
usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini
adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang
memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut
ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan
penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
sumber: http://safety-ramboyz.blogspot.com/2013/01/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html